Sabtu, 27 Mei 2017

Terjemahan bahasa Indonesia Fatwa Resmi MUIS (Majelis Ugama Islam Singapore) tentang bahaya LDII

terjemahan ini diambil dari fatwa Muis dalam bahasa Inggris, silahkan klik : Fatwa MUIS mengenai terlarangnya ajaran Islam-Jama'ah (LDII) di Singapura

*Translasi bahasa Indonesia Dokumen pelarangan ajaran LDII/Islam-Jama'ah/Jamaah QHJ di Singapura*


Akta Dokumen Administrasi Hukum Islam:
Pasal : 3 / bab: 32
Fatwa ini dikeluarkan oleh Komite Fatwa Majelis Ugama Islam Singapura (MUIS)
Komisi Fatwa telah bersidang untuk membahas mengenai aliran Qur’an Hadits Jama’ah di Sidang Pertama berlangsung tanggal 21 Oktober 2010, Sidang ke-dua pada tanggal 9 Desember 2010, sidang ke-tiga pada tanggal 27 Januari 2011,sidang ke-empat tanggal 21 Januari 2011,sidang ke-lima pada tanggal 21 maret 2011, sidang ke-6 tanggal 25 Agustus 2011, Sidang ke -7 tanggal 15 September 2011,Sidang ke-8 tanggal 17 November 2011.
بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله رب العالمين ، والصلاة والسلام على سيد المرسلين وإمام المتقين نبينا محمد وعلى آله
وأصحابه أجمعين. اللهم أرنا الحق حقا وارزقنا اتباعه، وأرنا الباطل باطلا وارزقنا اجتنابه . وبعد
Latar belakang masalah
1. Komisi Fatwa telah menerima laporan mengenai aliran yang dikenal dengan sebutan Qur’an Hadits Jama’ah atau Islam-Jama’ah dari masyarakat muslim Singapura. Selain itu, koran Berita-Minggu telah menuliskan tulisan yang mengulas aliran ini pada tanggal 4 April 2011. Komisi Fatwa telah melakukan penyelidikan ajaran jama’ah ini untuk memastikan ajaran Jama’ah QHJ itu seperti apa. Berdasarkan ini lalu kemudian komisi Fatwa menyelenggarakan rapat berkali-kali untuk mempelajari ajaran QHJ sedetil-detilnya.
Memilah Informasi
2. Dalam meng-evaluasi ajaran QHJ, Komisi Fatwa mengambil rujukan-rujukan sebagai dasar referensi antara lain dari:
a. Sesi Selidik Tanya Jawab dari para pengurus-pengurus Jama’ah-nya, dari para Mubalighnya,dari para Mantan anggota Islam-Jama’ah di cabang Pasir Panjang Singapura
b. Buku-buku dan makalah dari Jama’ah ini antara lain
i. Makalah CAI tahun 2002 dan 2008
ii. Buku yang berjudul “ Pengertian Jama’ah Menurut Al Quran dan Sunnah yang ditulis oleh Abu Sahl Ihsan Muhyiddin yang dikeluarkan tahun 2010
iii. Makalah-makalah,Dokumen-dokumen, teks-teks dari jama’ah ini.
c. Fatwa yang dikeluarkan oleh Negara Malaysia di Negara Bagian Perak tanggal 9 May 2003, Negara Bagian Selangor tanggal 24 September 1998, Surat Keputusan Jaksa Agung Republik Indonesia tanggal 29 Oktober 1971
d. Laporan Berita pada Koran Berita-Minggu yang terbit tanggal 4 April 2010
e. Rekaman-rekaman audio di pengajian-pengajian Islam-Jama’ah
----------------------------------------------------------------
Hasil Temuan Majelis Fatwa Terhadap ajaran QHJ
----------------------------------------------------------------
3. Dari Pengamatan dan Penyelidikan, Komisi Fatwa menemukan bahwasanya jama’ah QHJ adalah berasal dari ajaran H.Nurhasan Al-Ubaidah yang telah dinyatakan sesat dan menyimpang oleh Kejaksaan Agung RI seperti yang telah tertera di atas.
4. Komisi Fatwa juga menemukan konsep ajaran QHJ yang ada di singapura sbb:
a. Konsep Jama’ah
Kelompok ini berkeyakinan bahwa Jama’ah QHJ adalah satu-satunya yang disebut “Al-Jama’ah” dalam semesta umat Islam , satu-satunya al-Jama’ah yang sah dan berhak masuk Syurga. Dalam makalah CAI yang dibagi-bagikan ke anggota jama’ah mereka, ada peryataan yang tertulis sebagai berikut:
"Untuk itu dilakukan pembinaan dan peramutan para penginshof baru sehingga betul-betul memiliki faham jama’ah yang kuat mendarah daging, Mbalung sum-sum, mempunyai keyakinan bahwa QHJ yang ditetapi sekarang adalah satu-satunya jalan atau jalan tunggal masuk surga selamat dari neraka "
(Makalah CAI tahun 2002 halaman 64)
Pengertian konsep “ Al-Jama’ah” bagi jama’ah QHJ didasarkan pada ayat Al Quran sbb:
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ ه اللَِّ جَمِيعًا وَلا تَفَ ه رقُوا
Yang artinya: dan berpegangteguhlah kamu sekalian pada talinya Allah secara berjama’ah dan janganlah kalian bercerai-berai (QS Ali Imron 103)
Berdasarkan ayat ini, Jama’ah QHJ berkeyakinan bahwa seorang muslim haruslah bergabung dengan jamaah-jamaah tertentu dengan Imam yang di bai’at...dimana kaum muslimin yang tidak ber-bai’at pada Imamnya maka dianggap “ tidak netepi Jama’ah”.
Komisi Fatwa juga menemukan fakta bahwasanya ayat-ayat Al Quran dan Sunnah Rasulullah SAW yang digunakan jama’ah QHJ sebagai dasar ajarannya, ternyata diintepretasikan sendiri dan menyimpang dari penafsiran manquliyyah para ulama Islam umumnya. Pandangan Para Ulama ahlusunnah ber-ijma bahwasanya yang dimaksud “Al-Jama’ah” dalam hadits-hadits di atas itu diperuntukan untuk seluruh kaum muslimin dan tidak terikat menjadi hak milik golongan tertentu. Sebagaimana Imam Tirmizi pernah meriwayatkan hadits sbb:
عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ خَطَبَنَا عُمَرُ بِالْجَابِيَةِ فَقَالَ يَا أَيُّهَا النهاسُ إِنِّى قُمْتُ فِيكُمْ كَمَقَامِ رَسُولِ ه اللَِّ صلى اللَّ عليه -
أُوصِيكُمْ بِأَصْحَابِى ثُ ه م الهذِينَ يَلُونَهُمْ ثُ ه م الهذِينَ يَلُونَهُمْ ... عَلَيْكُمْ بِالْجَمَاعَةِ وَإِيهاكُمْ - « وسلم فِينَا فَقَالَ
.»... وَالْفُرْقَةَ
Yang artinya:
-----Dari Ibnu Umar, dia berkata: Khalifah Umar berkhutbah diantara kami di Jabiyyah, Umar RA berkata: Wahai Sekalian manusia, aku berdiri ditengah-tengah kalian sekarang...sama seperti ketika kami berdiri di sisi rasulullah SAW pada waktu itu, dimana Rasulullah bersabda: aku wasiatkan pada kalian agar mengacu pada sahabat-sahabatku kemudian pada orang-orang setelah sahabatku dan pada orang-orang generasi setelahnya...ber-iltizamlah pada Al-Jama’ah dan jangan kalian menyempal.----
Dari hadits diatas adalah landasan kuat membuktikan bahwa yang dimaksud Al Jama’ah pada periwayatan hadits di atas adalah Kaum Muslimin Seluruhnya dan bukan diperuntukan hanya untuk golongan tertentu. Pada Hadits ini, Rasulullah mengajarkan pada kaum muslimin untuk senantiasa mengikuti Sahabat Rasulullah, tabi’in, Tabiut tabiin dan generasi-generasi setelahnya ( salafusalih). Kaum Muslimin seluruhnya..dan bukan hanya sekelompok kaum muslimin. Pesan ini menggambarkan pesan kuat dari Rasulullah agar kaum muslimin senantiasa bersatu dalam wadah Al-Jama’ah Muslimin seluruhnya dan tidak dibenarkan untuk menyempal ekslusif dari umat Islam.
Namun hadits ini ditafsirkan dengan sangat jauh menyimpang oleh Jamaah QHJ dimana mereka menafsirkan dengan tidak menggunakan syarh dan tafsir para mufasir tetapi mereka memaknai hadits ini dengan pengertian sang pendiri jamaah ini yaitu Nurhasan Al Ubaidah.
Imam Ibn Abi Al- Izz Al Hanafi dalam Kitab As Syarh Ath Thahawiyah menerangkan:
وَالْجَمَاعَة: جَمَاعَة الْمُسْلِمِينَ، وَهُمُ ال ه صحَابَة وَالتهابِعُونَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إلى يَوْمِ الدِّينِ.
--Yang disebut Al-Jama’ah adalah SELURUH KAUM MUSLIMIN, para Sahabat Rasulullah dan semua orang yang mengikuti manhaj sahabat dalam hal kebaikan sampai hari kiamat.---
Oleh karena itu, adalah kewajiban kaum muslimin untuk hanya menyembah Allah semata, menunaikan semua rukun islam dan rukun iman. Selama kaum muslimin itu menyembah Allah dan tidak sedikutpun menyekutukanNya, menunaikan kewajiban rukun Islam dan Rukun Iman maka dia adalah Islam dan beriman. Hal ini seperti diterangkan dalam ayat Al Quran dan Sabda Rasulullah
)وَمَا خَلَقْتُ الْجِ ه ن وَالإنْسَ إِلا لِيَعْبُدُونِ
Arttinya: tidaklah Kuciptakan jin dan manusia melainkan Hanya untuk menyembahku saja
Dalam ayat lain:
)إِ ه ن اللََّ لا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِا ه للَِّ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا
Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (an-Nisaa: 48)
-----------------------------------------------------------------
Konsep Jama’ah dan Imamah
----------------------------------------------------------------
Anggota Islam-Jamaah/ QHJ berkeyakinan bahwa adalah kewajiban bagi semua kaum muslimin untuk menunjuk seorang imam.Selain itu sang Pendiri Jama’ah ini-Nurhasan Al Ubaidah dinilai oleh pengikutnya sebagi Mujadid abad ini dimana semua kaum muslimin diharuskan untuk mengikutinya sebagai sang Imam. Dan dari keyakinan ini pula, Jamaah QHJ mengharuskan agar para pengikutnya mem-bai’at padanya dan menerapkan bahwa siapa saja kaum muslimin yang tidak berbai’at pada sang Imam maka islamnya tidak sah. Ini dapat kita lihat pada makalah-makalah mereka yang berbunyi:
“jadi di dalam mengamalkan agama islam wajib berjama’ah yaitu ber-amir,berbai’at dan toat. Bahkan secara tegas dinyatakan orang islam yang belum berbai’at dan toat kepada seorang imam berarti islamnya tidak sah, mati sewaktu waktu mati jahiliyah masuk neraka. ( Makalah CAI tahun 2002 halaman 22)
Dan salah satu hadits yang dijadikan pedoman bagi mereka adalah:
مَن مَاتَ وَلَيْسَ فِي عُنُقِهِ بَيعَة مَاتَ مِيْتَةً جَاهِلِيهة
Artinya—barang siapa yang mati tidak ada bai’at di lehernya, maka matinya mati jahiliyah—
Majelis Fatwa menemukan fakta bahwasanya konsep Jama’ah wal Imamah dari Islam-Jama’ah tidak sesuai dengan pemahaman para Ulama Ahlu Sunnah Wal jama’ah.
Ulama Ahlu Sunnah menjelaskan bahwanya Imam yang wajib ditaati sebagai pemimpin oleh kaum muslimin adalah penguasa yang memiliki kekuasaan yang sah di negeri kaum muslimin. Hal ini tertera dalam hadits Bukhary yang diriwayatkan oleh “Ubadah bin Samit” Dia berkata: kami berbai’at pada Rasulullah SAW untuk senantiasa mendengar dan taat. Baik dalam keadaaan yang kami senangi maupun dalam keadaan yang tidak kami senangi dan kami tidak akan merebut kekuasaan dari yang berhak dan agar kami senantiasa mengerjakan atau mengatakan yang haq dimanapun kami berada, tidak takut celaan orang orang yang mencela—karena Allah.
Selanjutnya Syeikhul Islam Ibn Taymiyyah dalam kitabnya berkata:
وَهُوَ أَ ه ن النهبِي صَلَى اللَُّ عَلَيهِ وَسَلهمَ أَمَرَ بِطَاعَةِ الأَئِ ه مة المَوْجُودِينَ المَعْلُومِيْنَ الهذِيْنَ لَه مْ سُلْطَا ن يَقْدِرُونَ بِهِ
عَلَى سِيَاسَةِ النهاس لاَ بِطَاعَةِ مَعْدُوم وَلاَ مَجْهُول وَلاَ مَنْ لَيْسَ لَهُ سُلْطَا ن وَلاَ قُدْرَة عَلَى شَيْء أَصْلاً
Artinya--Sesungguhnya Rasulullah memerintahkan untuk taat pada Amir yang eksis kekuasaannya lagi diketahui secara terang-terangan keberadaanya, amir yang memiliki ke-sulton-an yang mengatur urusan perkara manusia. Rasululullah memerintahkan untuk tidak taat pada Imam yang sembunyi-sembunyi, tidak diketahui keberadaannya dan tidak memiliki kekuasaan kesultanan serta tidak mempunyai otoritas dan kekuasaan sama sekali.—(Minhaj Assunah An Anbawiyah halaman 115)
Kendati Ulama-ulama Ahlusunnah mewajibkan mengangkat Imam (penguasa) , namun mereka menjelaskan bahwa Imam yang dibai’at oleh golongan tertentu atau jemaat-jemaat tertentu itu bukanlah pilar dari prinsip rukun islam dan rukun iman. Al Bajuri menulis:
فَلَيْسَ نَصْبُ الإِمَام رُكناً يُعْتَقَدُ فِي قَواَعِدِ الدِّيْنِ المُجْمَعِ عَ لَيْهَا المَعْلُومَة بِالتهوَاتُرِ بِحَيْثُ يُكَفهرُ مُنْكِرُهَا
كَال ه شهَادَتَينِ وَال ه زكاَة وَصَوْم رَمَضَان وَالحَجّ، لأَنههُ لَيْسَ مَعْلُومًا مِنَ الدِّينِ بِال ه ضرُورَة، فَلاَ يُكَف هر مُنْكِرُ .ُُ
(mengangkat penguasa memang penting,red) ..Kendati demikian pengangkatan imam/penguasa bukanlah bagian dari rukun iman seseorang, dimana tidak memiliki imam maka dapat mengeluarkan seseorang dari islam sebagaimana syahadat, membayar zakat, pergi haji.ini dikarenakan pengangkatan imam bukanlah azaz dasar dari agama.(Tuhfat al-Murid ‘ala Jauharat al-Tawhid,hal 478)
Ibnu Hajar Al Asqolani memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai frase “ mati dalam keadaan jahiliyah” yang telah disebut dalam hadits sebelumnya sbb:
“Maksud dari frase “ mitatan jahiliyyah”..yaitu mati dalam keadaan jahiliyah,adalah mati dalam keadaan tidak mendapat petunjuk akan berbai’at pada penguasa karena orang yang hidup pada masa jahiliyyah tidak mempunyai kesadaran akan kewajibannya bersetia pada penguasa..jadi yang dimaksud dengan mitatan jahiliyah adalah mati dalam keadaan berdosa dan bukan mati dalam keadaan kafir”
Berdasarkan hujah-hujah di atas, para Ulama Ahlu Sunnah mengangkat Penguasa/Imam adalah sebuah kewajiban namun tidak mengangkat Penguasa pun tidak sampai mengakibatkan seseorang keluar dari keimanannya,menjadi kafir dan keluar dari islam namun dia adalah berdosa.
Oleh karena itu, Majelis Fatwa berkesimpulan pemahaman-pemahaman yang diajarkan dalam jamaah QHJ adalah sbb
1. Wajibnya berbai’at
2. Bahwanya bai’at diperuntukan bukan untuk Penguasa, tetapi untuk imam jemaatnya
3. Imam menurut Jamaah QHJ bukanlah diperuntukan untuk Penguasa, tetapi untuk imam jemaatnya
4. Berkeyakinan bahwa kaum muslimin yang tidak mengikuti poin diatas, maka islamnya tidak sah
Itu semua bertentangan dengan ajaran islam yang murni.
--------------------------------------------------------------
KONSEP ILMU MANQUL
--------------------------------------------------------------
Orang-orang islam jama’ah berkeyakinan bahwa ilmu agama yang didapatkan tanpa ada sanad yang bersambung kepada Nurhasan Al Ubaidah maka ilmunya tidak sah. Menurut mereka ilmu seperti itu tidak murni. Ini dapat terlihat pada makalah CAI mereka sbb:
“seruan mereka dikatakan sesat karena menyalahi pemahaman yang telah disampaikan Rasulullah SAW kepada para shohabatnya. Mereka memahami makna dan isi ayat-ayat Al Qur’an yang diwahyukan oleh Allah tidak sesuai dengan yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW kepada para shohabatnya dengan cara yang diridhoi Allah dan diterima secara benar dan dipraktekkan secara murni, jelasnya mereka tidak manqul-musnad-muttashil mukhlis jama’ah (Makalah CAI tahun 2002 halaman 66)
Ilmu maqul yang diwajibkan dalam jamaah ini bahwasanya ilmu agama harus didapat secara verbal dari mubalighnya, menjadikan kemanqulan hadits dari Nurhasan itu jauh lebih penting dari pada derajat hadits apakah shahih atau dhoif. Padahal, Para Muhaditsin bersepakat bahwa berpatokan punya sanad belaka tanpa memperhatikan derajat haditsnya, tanpa memperhatikan kredibilitas perowinya, tanpa mengindahkan metode ilmu hadits adalah kesalahan besar menurut kaidah ilmu hadits.Juga ditekankan pentingnya memahami konteks dan latar belakang hadits itu agar bisa mendapatkan pemahaman hadits secara komprehensif dari hadits yang sedang dikaji .Selain itu kita harus tahu penafsiran, penjelasan dan syarh daripada para Muhaditsin dalam memahami suatu hadits.
---------------------------------------------------------------
Konsep FATONAH BITONAH BUDILUHUR (FBBL)
---------------------------------------------------------------
Jemaat Islam-Jamaah/QHJ juga mengamalkan konsep FBBL yang mengizinkan bagi para pengikutnya untuk berkata bohong demi menutupi ajaran QHJ dan gerakannya dengan tujuan menyelamatkan diri dan jamaahnya. Definisi FBBL ini ada dalam buku-buku ajar Islam-Jamaah antara lain sbb:
“Bp H Nurhasan Al Ubaidah di ajak berdebat di sebuah asrama di surabaya, beliau datang dengan memakai serban dan jubah. Kemudian beliau ternampak ada seekor anjing yang jinak. Lalu beliau menggendong anjing tersebut ke dalam ruang pertemuan. Tujuan beliau adalah untuk mengalihkan topik pembahasan dari bai’ah/jama’ah dll, kepada najis atau sucinya anjing. (Makalah CAI tahun 2002 halaman 120)
Di halaman lain makalah CAI ditulis:
*Beliau dan murid-muridnya mengadakan sholat jumat tersendiri di rumah kecil milik jamaah di dekat masjid jami’......karena ada yang dengki dan melapor ke polisi, maka beliau dipanggil dan dimintai keterangan oleh polisi “mengapa mengadakan sholat jumat sendiri?”. Beliau menjawab “ kami tidak mengadakan sholat jum’at. Kami baru belajar sholat Jumat. Karena kami malu kalau belum bisa sholat Jum’at. Nanti kalau sudah bisa sholat Jum’at kami akan ikut sholat Jumat di Masjid Jami’.”. Akhirnya polisi hanya mengatakan Ohh, ya sudah , kalau begitu.*
(Buku Makalah CAI tahun 2002 halaman 119.)
Konsep Fathonah Bithonah Budi Luhur dalam Islam-Jama’ah/Jama’ah QHJ dalam rangka menyebarkan dakwahnya memperbolehkan pengikutnya untuk menyembunyikan akidah yang sesungguhnya demi keselamatan jama’ahnya dan untuk survivalitasnya agar jamaah ini terus hidup. Tentu saja FBBL ini problematis karena dalam AlQuran jelas-jelas bahwa dakwah islam itu harus diselenggrakan dengan jujur dan terbuka. Dalam Surat Yusuf ayat 108 menegaskan
قُلْ هَذِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى ه اللَِّ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتهبَعَنِي وَسُبْحَانَ ه اللَِّ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ
“Katakanlah: ‘Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (mu) kepada Allah diatas bashirah (hujjah yang nyata), Mahasuci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik.” (QS. Yusuf: 108)
Rasulullah SAW juga melarang untuk bekata dusta, dalam sabdanya:
مَنْ غَ ه ش فَلَيْسَ مِنِّى.
Barang siapa yang dusta muslihat maka dia bukan golongan umatku ( HR Muslim)
Salah satu karakter ciri dari Jama’ah Klandestin adalah Jama’ah yang menerapkan doktrin ajar pada pengikutnya agar menyengaja menyembunyikan sistem-akidahnya dari pengamatan kaum muslimin. Hal ini seperti mencocoki dari perkataan Khalifah Umar bin Abdul Aziz:
إِذَا رَ أَيتَ القَومَ يَتَنَاجَونَ فِي دِينِهِم دُونَ العَامَة فَاعلَم أَنههُم عَلَى تَأسِيس ضَلاَلَة
Artinya : Ketika engkau melihat ada jama’ah yang berahasia-rahasia dalam membicarakan perkara agamanya karena tidak ingin diketahui umat islam umumnya, maka ketahuilah sesungguhnya mereka berada di pondasi kesesatan ( HR Ahmad)
Mereka mengartikan naskah-naskah Qur’an dan Hadits tanpa didukung syarh dan literature tertulis yang kemudian dimaknai oleh Mubaligh2nya yang tidak mempunyai kualifikasi. (Sistem Pemaknaan dari keterangan Verbal pesan berantai)
Majelis Fatwa sangat prihatin dengan materi-materi ajar QHJ yang buruk akan kualitasnya dan juga minimnya kompetensi para mubalighnya dimana mereka mengaji dengan menggunakan teks-teks berbahasa arab namun di saat yang bersamaan makna, penjelasan, keterangan dan penafsiran yang digunakan mubaligh-mubalighotnya hanya berdasarkan pemahaman sendiri dari teks-teks tersebut (tidak ada dasar referensi ilmiyah). Umumnya mubaligh dan mubalihot Jamaah QHJ tidak mempunyai pendidikan formal agama islam, sangat buruk kualitas pengajarannya dan tidak dikenal dalam daftar Asatizah Singapura. Mereka juga tidak mengembalikan teks-teks Quran dan Hadits pada syarh dan penjelasan para ulama Ahlu Sunnah dalam mengartikan teks-teks Bahasa Arab QH.
KEPUTUSAN KOMISI FATWA:
5. Berdasarkan dari pengamatan dan penyelidikan Komisi Fatwa mengenai materi-materi pengajiannya yang dijadikan acuan ajaran Jamaah QHJ dan juga dari sesi tanya jawab dengan para pengikutnya, Majelis Fatwa berkesimpulan bahwasannya ternyata ajaran Nurhasan Al Ubaidah masih dipraktekan dalam Jama’ah ini. Pemahaman mereka mengenai konsep Jama’ah, Bai’at dan sumpah setia pada sang Imam begitu ekstrem dan ekslusif dalam prakteknya yang dikarenakan mereka memvonis semua kaum muslimin yang menolak dan berbeda dengan pemahaman mereka dengan vonis : Islamnya tidak sah.
Mereka juga sangat percaya-diri menafsirkan Quran dan hadits sendiri dan tidak mengacu pada penafsiran syarh dan tafsir dan para Ulama Ahlu Sunnah yang tentu saja menjadi sangat rentan terjadinya penyimpangan ajaran Islam dan sikap fanatik buta yang mana ini akan berakhir pada perpecahan di dalam masyarakat, tercerainya hubungan kekeluargaan dan umat Islam pada umumnya. Dari pertimbangan-pertimbangan di atas Majelis Fatwa memutuskan bahwasanya ajaran Nurhasan Al Ubaidah itu bertentangan dengan keharmonian umat serta sesat menyesatkan.
6. Pada Pertemuan yang diselenggerakan antara Majelis Fatwa dan Pengurus serta mubaligh-mubaligh Jama’ah QHJ di Pasir Panjang, mereka menyetujui rekomendasi Majelis Fatwa, mereka menyatakan berjanji akan meninggalkan ajaran-ajarannya menyimpang . Majelis Fatwa akan benar-benar memegang ucapan mereka untuk memastikan bahwa mereka akan meninggalkan ajaran-ajarannya yang menyimpang dan bersyubhat. Dan ajaran-ajaran mereka tidak disebarluaskan oleh jamaah QHJ.
7. Majelis Fatwa mendorong kepada anggota-anggota Jamaah QHJ agar ber-baro’ah dari ajaran-ajaran sesatnya H Nurhasan Al Ubaidah dan mendorong mereka agar mau mengaji dari guru-guru yang sudah dikenal reputasinya dan qualified
8. Majelis Fatwa juga memperingati pada kaum muslimin agar menolak bentuk-bentuk ajaran yang dapat menciptakan perpecahan umat dan agar menghindari jama’ah-jama’ah bawah tanah yang ekslusif dan ngawur dalam pemahaman agamanya. Kaum muslimin hendaknya bersikap hati-hati dan kritis dalam memilih guru-guru ngajidan pastikan agar guru-guru ngaji adalah sosok yang dikenal reputasi dan akidahnya serta layak kualifikasi.
DR MOHAMED FATRIS BAKARAM
MUFTI OF REPUBLIC OF SINGAPORE
CHAIRMAN, FATWA COMMITTEE
ISLAMIC RELIGIOUS COUNCIL OF SINGAPORE




Tidak ada komentar:

Posting Komentar