Sabtu, 27 Mei 2017

Masalah Amir Budak Jokam LDII

Kepada para mantan Jokam salafiyyin, kembalillah ke jama'ah QHJ...kerjakan karena Allah...kembalillah karena sudah ada dalil qath'i yang tak terbantahkan. ketika dalil penjelas sudah ada maka aku pun harus kembali ke Jama'ah QHJ
inilah dalil dari hadits Bukhari dan Muslim yang membolehkan Imam itu tidak perlu kekuasaan dan wilayah.
camkan, ikuti dan tela'ah-lah.
Rasulullah bersabda dalam Hadits Bukhary:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْمَعُوا وَأَطِيعُوا وَإِنْ اسْتُعْمِلَ عَلَيْكُمْ عَبْدٌ حَبَشِيٌّ كَأَنَّ رَأْسَهُ زَبِيبَةٌ
yang artinya
Rasulullah bersabda : Kalian dengar dan toatlah walaupun kepada BUDAK habasyi yang menjadi amir untuk kalian yang kepalanya seperti buah anggur kering.
Rasulullah bersabda dalam Hadits Muslim:
إِنْ أُمِّرَ عَلَيْكُمْ عَبْدٌ مُجَدَّعٌ حَسِبْتُهَا قَالَتْ أَسْوَدُ يَقُودُكُمْ بِكِتَابِ اللَّهِ تَعَالَى فَاسْمَعُوا لَهُ وَأَطِيعُوا
apabila kalian di-amir-i oleh seorang BUDAK yang buntung dan hitam yang menuntun kalian dengan kitabullah.maka dengarkan dan toatlah.
lihatlah, wahai sedulur.....Rasulullah menggunakan kata " عَبْدٌ" yang artinya BUDAK, yang menjadi Imam atau amir.
tersirat dari sabda Rasulullah bahwa budak adalah seseorang yang TIDAK PUNYA WILAYAH DAN KEKUASAAN...tetapi bisa jadi Imam/Amir.
jadi berdasarkan hadits ini seorang BUDAK yang TIDAK MEMUNYAI KEKUASAAN DAN WILAYAH....boleh jadi Imam/Amir. SAH.
Wilayah, daulah dan kekuasaan bukanlah faktor penentu seseorang untuk menjadi Imam/Khalifah.
yang penting dia di bai'at maka dia sah menjadi imam/Khalifah.
demikianlah sabda Rasulullah yang harus kita to'ati. Kita harus ber-taslim (menyerah) ketika sudah ada dalil penjelas
artinya ke-imam-an dan ke-khalifahan yang dibuat bp H Nurhasan Al-Ubaidah SAH. begitu juga ke-imam-an bp Abdu Dhohir dan Bp Sulton Aulia.....sah secara ilmiyyah dan manquliyyah WALAUPUN tidak punya wilayah dan tidak mempunyai kekuasaan.
selesai
****
sebentar kawan....
sebentar......
lihatlah Sabda Rasulullah dalam hadits Bukhari tersebut:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْمَعُوا وَأَطِيعُوا وَإِنْ اسْتُعْمِلَ عَلَيْكُمْ عَبْدٌ حَبَشِيٌّ كَأَنَّ رَأْسَهُ زَبِيبَةٌ
cermati...cermati...Rasulullah menggunakan diksi " اسْتُعْمِلَ" yang artinya= dijadikan Pegawai (oleh)...
kata " اسْتُعْمِلَ" adalah bentuk kata kerja pasif muta'adi atau kalimat pasif transitif.(memerlukan subyek,oleh siapa)
semua yang sudah belajar sharaf pasti paham, semua kata kerja yang diawali huruf alif+ sin+ ta...bermakna meminta
seperti
Istighfar : meminta ampun
Istianah : meminta pertolongan
Istisqo : meminta hujan
kalimat " اسْتُعْمِلَ" dibaca istumila berasal dari kata aktif astamilu yang artinya meminta menjadi pekerja...karena bentuknya pasif maka artinya menjadi DIPERINTAH MENJADI AMIR/PEGAWAI..( OLEH)....subyek yang meminta/memerintah.
dari sini si BUDAK bukanlah PENGUASA TERTINGGI di sebuah negara. dalam hadits Bukhary ini yang dimaksud Budak menjadi Amir adalah bukan Amir PENGUASA TERTINGGI tetapi AMIR BAWAHAN seperti Gubernur, Menteri dll
jadi...jelas si budak memang tidak mempunyai wilyah kekuasaan dan ini bukan menjadi dalil pembenaran bahwa AMIR itu boleh tidak mempunyai wilayah kekuasaan.
yuk mari kita lihat syarh hadits Bukhary ini yang dijelaskan oleh Al Hafidz Ibnu Hajar Al Asqolani.
Ibnu Hajar berkata dalam Fathu Bari mengenai hadits ini:
قوله ( اسمعوا وأطيعوا وإن استعمل ) بضم المثناة على البناء للمجهول أي جعل عاملا بأن أمر إمارة عامة على البلد مثلا أو ولي فيها ولاية خاصة كالإمامة في الصلاة أو جباية الخراج أو مباشرة الحرب ، فقد كان في زمن الخلفاء الراشدين من يجتمع له الأمور الثلاثة ومن يختص ببعضها
artinya (dalam parafrase bebas):
adapun ucapan Rasulullah yang berbunyi اسْمَعُوا وَأَطِيعُوا وَإِنِ اسْتُعْمِلَ dengan ada tanda Dhommah (pada huruf ta : اسْتُعْمِلَ) adalah bentuk kata pasif transitif ( bina majhul) bermaksud kalimat' si budak menjadi amir ' adalah si budak DIPERINTAH menjadi aamil (seperti Perdana Menteri) sebab dia diperintah untuk mengurus sebuah pemerintahan umum di sebuah NEGARA (oleh) RAJA, PENGUASA TERTINGGI, IMAM Al A' Dzhom ( Raja, Penguasa berposisi sebagai subyek yang memerintah dalam kata kerja pasif اسْتُعْمِلَ)
atau dia (si budak) ditugasi mengurus/men-dapuk disebuah WILAYAH TERTENTU (ex: provinsi) untuk menjadi IMAM SHOLAT, Penarik Pajak atau sebagai komandan tempur dimana ini lazim dilakukan pada zaman khulafaul Rasyidin
Ibnu Hajar kemudian berkata lagi:
قلت : ويحتمل أن يسمى عبدا باعتبار ما كان قبل العتق ، وهذا كله إنما هو فيما يكون بطريق الاختيار ، وأما لو تغلب عبد حقيقة بطريق الشوكة فإن طاعته تجب إخمادا للفتنة ما لم يأمر بمعصية كما تقدم تقريره ، وقيل المراد أن الإمام الأعظم إذا استعمل العبد الحبشي على إمارة بلد مثلا وجبت طاعته ، وليس فيه أن العبد الحبشي يكون هو الإمام الأعظم
Artinya (dalam parafrase bebas): adapun mengapa si budak bisa DIANGKAT derajatnya oleh Penguasa menjadi "imam (bawahan)' dikarena sewaktu dia menjadi budak dan belum merdeka dia banyak belajar sehingga menjadi cakap dan terampil.
baik si budak menjadi imam-nya karena melalui proses ujian pemilihan maupun dia mendapatkan kekuasaan karena jalur kekerasan (kudeta) maka tetap diwajibkan taat untuk meredam fitnah sepanjang dia tidak memerintahkan pada kemaksiatan. dan budak habasyi dalam hadits ini bukan bermaksud Imam Al A'dzom ( Penguasa Tertinggi)
**
Lihatlah keterangan Ibnu Hajar di atas. tersimpulkan bahwa
1. yang dimaksud budak jadi Imam/Amir di sini bukan amir Penguasa Tertinggi di sebuah negeri...tetapi amir di sini bermaksud pejabat negara yang memang tidak mempunyai kekuasaan dan wilayah.(seperti gubernur)
2. atau si budak mendapatkan kekuasaan melalui pengangkatan, mendapatkan mandat dari Penguasa tertinggi atau pun dia mendapatkan lewat jalur kekerasan. maka tetap kita harus toat pada si budak sepanjang tidak memerintah maksiyat.
jadi jelas....baik dari sisi gramatika, syarh dan keterangan ulama kibar....dalil ini bukan dalil pembenaran bahwa Imam itu boleh tidak punya wilayah kekuasaan dengan ber-analogi bahwa budakpun bisa menjadi Amir.
berdalil bolehnya Amir tidak punya wilyah dan kekuasaan dengan hadits bukhary diatas adalah kerancuan berfikir (logical falacy) yang dikarenakan si-penarik kesimpulan tidak mengerti kaidah bahasa arab , tidak membaca syarh dan hanya mengandalkan pemahaman dari terjemahan bahasa indonesianya belaka di tambah hawa nafsu, fanatik buta dan sedikit kesombongan.
Ibnu Hajar Al Asqolani..sang pen-Syarh agung hadits bukhary...sejak 700 tahun yang lalu sudah menjelaskan hal ini dalam fathu bari-nya bahwa hadits ini bukan bermaksud Imam boleh tidak punya wilayah dan kekuasaan dengan analogi seorang budak menjadi imam/amir
untuk lebih terbuka, adil, obyektif silahkan cek sendiri syarh fathu bari yang membahas hadits ini di sini: http://library.islamweb.net/newlibrary/display_book.php?flag=1&bk_no=52&bookhad=13069

Sekarang mari kita tela'ah dalil senada dari Sabda Rasulullah yang diriwayatkan oleh hadits Muslim:
إِنْ أُمِّرَ عَلَيْكُمْ عَبْدٌ مُجَدَّعٌ حَسِبْتُهَا قَالَتْ أَسْوَدُ يَقُودُكُمْ بِكِتَابِ اللَّهِ تَعَالَى فَاسْمَعُوا لَهُ وَأَطِيعُوا
apabila kalian di-amir-i oleh seorang budak yang buntung dan hitam ynag menuntun kalian dengan kitabullah.maka dengarkan dan toatlah.
apakah hadits ini juga bisa dijadikan pembenaran bahwa seorang imam boleh tidak punya wilayah dan kekuasaan dengan analogi seorang budak yang menjadi amir/imam.
lihatlah Rasulullah menggunakan kata-kata " أُمِّرَ" baca Ummiro (dengan penebalan pada huruf mim) artinya ' DIBERI MANDAT MENJADI AMIR". Ini adalah bentuk kata kerja pasif transitif ( ada subyeknya) atau dalam istilah nahwu = Faiil Majhul yang berasal dari kata kerja ammaro ( kata kerja aktif muta'adi).
artinya si budak ditunjuk menjadi Amir oleh Penguasa Tertinggi. si budak berperan sebagai obyek dan Penguasa berperan sebagai subyek.
jelas saja si budak tidak mempunyai wilayah, sebab dalam hadits ini si budak bukanlah dimaksudkan AMIR TERTINGGI tetapi Amir bawahan seperti gubernur. yang punya wilayah ya si Amir Al Adzom ( penguasa tertinggi)
sekarang mari kita lihat penjelasan dari mankulan Imam Nawawi langsung dari kitab syarh hadits Muslim.
Imam Nawawi berkata:
فإن قيل : كيف يؤمر بالسمع والطاعة للعبد مع أن شرط الخليفة كونه قرشيا ؟ فالجواب من وجهين : أحدهما أن المراد بعض الولاة الذين يوليهم الخليفة ونوابه ، لا أن الخليفة يكون عبدا ،
والثاني : أن المراد لو قهر عبد مسلم واستولى بالقهر نفذت أحكامه ، ووجبت طاعته ، ولم يجز شق العصا عليه . والله أعلم
Ketika ditanyakan: bagaimana prakteknya untuk mendengar dan taat pada seorang budak sedangkan syarat khalifah itu adalah quraisy?
maka jawabnya ada 2 sisi:
pertama : yang dimaksud disini adalah si budak dijadikan gubernur untuk diberi mandat menguasai sebagian WILAYAH PROVINSIAL yang mana sebenarnya itu dikuasai oleh Khalifah dan Perdana Menterinya
kedua : si budak mendapatkan kekuasaan melalui jalur kekerasan (kudeta) di mana si budak akhirnya berhasil mendapatkan kekuasaan. maka tetap harus Taat dan tidak boleh masiyat (menentang berontak) padanya.
wallahu'alam

**
lihatlah, keterangan dari Imam Nawawi di atas. Jelas hadits di atas baik dari aspek gramatika maupun ditinjau dari keterangan manqul dari syarh-nya, sama sekali bukan pembenaran bawa Imam/Amir itu boleh tidak mempunyai kekuasaan dengan bermodalkan analogi budak menjadi amir. Bahkan sebaliknya , baik Imam Nawawi maupun Ibnu Hajar dalam Fathu Bari-nya menyiratkan Khalifah adalah Amirul A-dzhom yaitu penguasa tertinggi di sebuah Wilayah. Baik Imam Nawawi dan Imam Ibnu hajar Al Asqolani menyebut secara eksplisit dengan kata-kata NEGARA ( BALAD), WILAYAH (wilayah), WULAH (wilayah Provisial) yang melekat pada konsep imamah/ke-amir-an dari persepektif ahlusunnah wal jama'ah. Imam Nawawi menjelaskan ini sudah sejak kira-kira 700 tahun yang lalu juga.
jadi wilayah dan kekuasaan adalah melekat pada khalifah, Imam, Amir bukan hal yuang baru dalam jagad ilmu ahlu sunnah....ini sudah dijelaskan dari era ulama dan muhadits semenjak zaman sahabat, tabi'in dan tabiut tabiin serta ulama-ulama ahli hadits lainnya.
**
lalu siapakah sosok dalam Al Qur'an yang dahulu dia adalah seorang budak namun akhirnya menjadi AMIR?
dia adalah nabi Yusuf. beliau dulu adalah statusnya budak kemudian DIANGKAT menjadi -semacam- PERDANA MENTERI.
punya wilayah kekuasaan? tidak....karena yang mempunyai kekuasaan adalah RAJA MESIR. nabi yusuf diberi mandat menjadi Pejabat Negara
lalu siapakah budak yang meraih kekuasaan dengan cara kudeta. Sejarah mencatat yaitu DINASTI MAMLUK. dari kata-kata "mamluk" saja kita sudah tahu ini pasti dari kalangan budak ( bentuk maf'ul bih / obyek dari ma-la-ka).
Punya wilayah dan kekuasaan? ya..karena mereka berhasil merebut kekuasaan dan akhirnya menjadi Raja dan Dinasti
silahkan cek keterangan mengenai dinasti mamluk


Tidak ada komentar:

Posting Komentar