Semenjak era pak Nurhasan sampai zaman pak Kholil Bustomi, kita mendapatkan informasi yang salah mengenai sanad/isnad
kita dicuci-otak bahwa
1. Pak Nurhasan memiliki sanad yang bersambung sampai Rasulullah
1. Pak Nurhasan memiliki sanad yang bersambung sampai Rasulullah
2. Kita diindoktrinasi bahwa dengan sanad inilah amal-ibadah kita diterima
3. Kita diindoktrinasi, seolah isnad yang dimiliki pak Nurhasan ini adalah sesutau yang sangat ekslusif yang hanya dimiliki jama'ah kita saja
semua penyelewengan pengertian isnad ini tak lain dan tak bukan adalah metode bp Hji Nurhasan untuk mengikat jama'ahnya dalam genggaman kekuasaannya. supaya kalian mudah dikontrol bagaikan robot oleh sang Imam
apakah Abu Bakar, Umar bin Khotob, Usman dan Ali memiliki isnad?
tidak, penggunaan isnad baru muncul ketika era tabi'in dan isnad berfungsi untuk mendeteksi apakah sebuah hadits itu shahih atau tidak? apakah valid dari rasulullah atau tidak. Isnad muncul karena adanya pendusta-pendusta yang mencatut-catut nama Rasulullah seolah Rasulullah berkata begini dan begitu.
mana dalilnya?
perhatikan ucapannya Ibn Sirrin dalam Muqodimah Hadits Muslim yang berkata :
لَمْ يَكُوْنُوا يَسْأَلُوْنَ عَنِ الإِسْنَادِ فَلَمَّا وَقَعَتِ الْفِتْنَةُ قَالُوْا : سَمُّوا لَنَا رِجَالَكُمْ فَيُنْظَرُ إِلَى أَهْلِ السُّنَّةِ فَيُؤْخَذُ حَدِيْثُهُمْ وَيُنْظَرُ إِلَى أَهْلِ الْبِدَعِ فَلاَ يُؤْخَذُ حَدِيْثُهُمْ
Mereka dahulu SELALU TIDAK PERNAH bertanya tentang isnad, akan tetapi tatkala terjadi fitnah maka mereka berkata : "Sebutkanlah nama-nama para perawi kalian", maka dilihatlah Ahlus sunnah dan diambilah periwayatan hadits mereka dan dilihatlah ahlul bid'ah maka tidak diambil periwayatan hadits mereka"
cek haditsnya di sini:
Perhatikan ibn Sirrin menggunakan kata kunci
" لَمْ " + " يَكُوْنُو" +" يَسْأَلُوْنَ"
karena bahasa indonesia tidak mengenal sistem kala (sistem tenses) saya akan menggunakan pendekatan interkoneksi dan integrasi dengan bahasa inggris yang mengenal sistem kala (sistem tenses).
" لَمْ " + " يَكُوْنُو" +" يَسْأَلُوْنَ"
karena bahasa indonesia tidak mengenal sistem kala (sistem tenses) saya akan menggunakan pendekatan interkoneksi dan integrasi dengan bahasa inggris yang mengenal sistem kala (sistem tenses).
Kata-kata " يَسْأَلُوْنَ" " bermakna bertanya dalam bentuk present-tense.
namun kata-kata ini mendapatkan partikel " لَمْ " yang artinya 'tidak pernah' maka ini menjadi past perfect yang berarti----> had not asked
lalu kata-kata " لَمْ " +" يَسْأَلُوْنَ" mendapatkan sisipan "" يَكُوْنُو"" maka ini menjadi bermakna past perfect + habitual past atau dalam bahasa inggrisnya menjadi "they used not to asked"
dalam bahasa Indonesianya secara harfiah menjadi : Mereka dahulu SELALU TIDAK PERNAH bertanya tentang isnad, ( akan tetapi tatkala terjadi fitnah maka mereka berkata : "Sebutkanlah nama-nama para perawi kalian", maka dilihatlah Ahlus sunnah dan diambilah periwayatan hadits mereka dan dilihatlah ahlul bid'ah maka tidak diambil periwayatan hadits mereka")
lihatlah, jelas dalam kalimat ini ketika zaman Rasulullah dan Para sahabat, tidak ada satupun dari mereka yang mempunyai sanad dan mengatakan sanad sebagai rukun ibadah. karena waktu itu kondisi hadits masih murni dan belum terkontaminasi pemalsuan hadits.
baru....setelah terjadi fitnah pemalsuan hadits, para ulama bertanya tentang sanad (chain of naration). dan ini ditujukan untuk meverifikasi hadits apakah hadits ini shohih atau palsu?
hujjah selanjutnya, lihatlah hadits yang dibawakan ibn sirrin terdapat dalam sistematika hadits dengan judul bab
بَابُ بَيَانِ أَنَّ الإِسْنَادَ مِنَ الدِّيْنِ وَأَنَّ الرِّوَايَةَ لاَ تَكُوْنُ إِلاَّ عَنِ الثِّقَاتِ وَأَنَّ جَرْحَ الرُّوَاةِ بِمَا هُوَ فِيْهِمْ جَائِزٌ بَلْ وَاجِبٌ وَأَنَّهُ لَيْسَ مِنَ الْغِيْبَةِ الْمُحَرَّمَةِ بَلْ مِنَ الذَّبِّ عَنِ الشَّرِيْعَةِ الْمُكَرَّمَةِ
"Bab penjelasan bahwasanya isnad bagian dari agama, dan bahwasanya riwayat tidak boleh kecuali dari para perawi yang tsiqoh, dan bahwasanya menjarh (*menjelaskan aib) para perawi -yang sesuai ada pada mereka- diperbolehkan, bahkan wajib (hukumnya) dan hal ini bukanlah ghibah yang diharamkan, bahkan merupakan bentuk pembelaan terhadap syari'at yang mulia".
jelas ibn sirrin berkata ini dalam konteks ilmu Mustholah hadits, dan bukan dalam konteks pengesah sebuah amal ibadah.
ini yang tidak dipahami oleh bapak Nurhasan dan ulama-ulama jokam. mereka memberi pemahaman kepada pengikutnya pada pemahaman yang sangat jauh menyimpang mengenai sanad/isnad
lalu mengenai ucapan ibnu Mubarok yang berkata
الإِسْنَادُ مِنَ الدِّيْنِ وَلَوْلاَ الإِسْنَادُ لَقَالَ مَنْ شَاءَ مَا شَاءَ
"Isnad adalah bagian dari agama, kalau bukan karena isnad maka setiap orang yang berkeinginan akan mengucapkan apa yang ia kehendaki"
perkataan ibnu mubarok juga dalam konteks ilmu jarh wa tadil dan sama sekali bukan konteks pengesah amal ibadah
silahkan baca konteks kalimatnya secara lengkap di hadits muslim mengenai perkataan ibnu mubarok ini:http://library.islamweb.net/newlibrary/display_book.php?bk_no=53&ID=7&idfrom=34&idto=80&bookid=53&startno=6
**
sedulur, mengenai isnad ini,semua umat islam sudah memilikinya. lihatnya di kitab-kitab hadits yang kamu miliki...sudah ada matan dan isnadnya kan?
isnad yang ada di hadits-hadits itulah yang dimaksud ibnu mubarok dan ibnu sirrin. isnad-isnad itu juga sudah diverifikasi kesahihannya oleh para muhadits-muhadits seperti Syeikh Al-Albani dan ulama-ulama lainnya. umat islam tinggal menikmatinya saja sekarang.
jadi bukan sanad macam yang diklaim dan dimiliki oleh pak Nurhasan dan pak Kholil yang dimaksud oleh Ibnu Mubarok dan Ibni Sirrin.
aku juga punya sanad seperti itu ketika selesai mondok hadits besar di ponpes Mulyo Abadi Jogjakarta (lihat foto dibawah).
maka benarlah apa yang dikatakan oleh Ust Badrusalam dalam terkait masalah sanad dalam LDII/Jokam 354 cek video :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar