Sabtu, 27 Mei 2017

PERKEMBANGAN KEILMUAN JAMAAH DAN PETA SITUASINYA (Jokam/LDII 354)

PERKEMBANGAN KEILMUAN JAMAAH DAN PETA SITUASINYA
- Menantunya mbah Hudi dan Paku Bumi ngobrol di teras masjid : "Di bawah era 90 an, Kitab Tafsir dan Syarah menjadi barang tabu dan dicap sebagai kitab karangan, baru lah beberapa Ulama' termasuk mbah Hudi mulai memperkenalkan, dan itupun tdk semulus yg kita bayangkan. Sekitar tahun 1996, kitab2 ini mulai dijadikan bahan rujukan, tp diberi catatan "jangan sampai mengalahkan manqul !". Kalangan tertentu sudah mulai memakai, tp masih malu2 dan takut2.
- Sekitar tahun 1998, ada seorang ulama asal Thailand yg telah mondok di Saudi selama -+ 17 tahun bernama Syekh Abdul Karim. Beliau mampir di Kediri (karena istrinya orang Malang), dan diminta memberi "asrama kilat" kpd pakubumi. Sempat ditanyakan "mengapa anda tdk membentuk jamaah di Thailand"? Tapi beliau punya jawaban yg tidak "dishare sepenuhnya" kpd jamaah.
- Sekitar tahun 1999 muncul rumor bahwa di Saudi sudah jarang ada ulama' yg murni, dan sebenarnya masih ada jamaah di Saudi tapi bersifat "sangat bithonah". Ulama' takut dibunuh. Ternyata kisah ini berangkat dari pengalaman/ petualangan Pak Irsyad R di Mekah, dan dipopulerkan Pak Ubed utk materi anak Test dan nerobos ke daerah2. Disinyalir, kisah ini sarat missed komunikasi.
- Sekitar tahun 2000 an, Pak Dzohir sempat diberi buku oleh salah satu jamaah dgn tujuan "amar makruf", sampai2 beliau berkata (sambil menunjukkan buku) "yg benar itu begini loh Bah....".
- Di sekitar thn 2000 an pula Pak Dzohir mulai tampil dgn jenggotnya.
- Sktr thn 2003 meledak kasus Maryoso, Pak Dzohir makin parah sakitnya. Tapi beliau tetap berusaha mengirim Muballigh ke Saudi, yg paling awal (2003) adalah P Kholil yg kebetulan juga tersandung Maryoso. Beliau sempat bilang ke Pak Eko, "Saya tahu dlm moment seperti ini kepergian saya akan dicurigai, namun besarnya misi yg saya bawa, dan demi kebaikan jamaah, saya tetap harus di Saudi". Masalah P Kholil (alhamdulillah) menurut kabarnya sudah diselesaikan oleh mas Ari.
P Kholil juga sempat minta tolong kpd P Eko sebagai sosok senior yg cukup disegani, utk menemani belajar di Saudi, dgn tujuan agar bila dibutuhkan "mengkritisir" jamaah, suaranya lebih ampuh dan dipakai.
Karena berat meninggalkan keluarga, akhirnya P Eko lebih menyarankan yg bujang. Dipilihlah Abdullah Masud sbg calon kuat, dan dicarikan pendampingnya. Saya sempat dpt PHP, dikasih tau oleh P Mauludin, tp karena mungkin gak level, akhirnya tereliminir yg lain, he he he. Tadinya dipilih Fauzi (guru bujang) tp gagal dan digantikan Pak Aziz dan ditemani Fadhil (kebetulan punya keluarga di Arab). Pak Oong sepertinya "berangkat person". Karena banyak kendala, mereka baru berangkat sktar tahun 2005.
- Sktr tahun 2004, ada Ulama' Aceh yg cukup disegani brnama Teuku Zulkarnaen masuk jamaah, dan langsung dibawa ke kediri. Dan akhirnya beliau juga sempat dibarokahkan mengajar Nahwu utk pakubumi.
Hasil musyawaroh, saya disuruh "manqulin" himpunan kepada beliau, smpe ahirnya beat.
Suatu saat, Beliau diberi kesempatan oleh P Dzohir utk keliling Pondok2 se Jawa Timur, saya pun ikut menemaninya. Termasuk ketemu P Nur Asnawi (Teman P Nurhasan saat di Mekah).
Kesempatan ini saya manfaatkan utk bertanya:
- Dulu di Mekah itu, njenengan dan P NH, apakah sudah punya Imam dan Beat, lalu siapa Amirnya ?
+ NA: "Amirnya ya Rajanya itu. Beatnya system perwakilan".
(Berarti bukan jamaah bithonah dan imam bithonah seperti yg saya bayangkan sebelumnya. Saya hampir mau nanya: Tapi bagaimana njenengan meninggalkan beat pertama dan membentuk beat lagi? Tapi takut salah paham, jadi saya wurung menanyakannya).
- Dulu mondoknya di mana?
+ NA: "di ma'had Darul Hadits".
(Kebetulan sampai sekarang Ma'had ini masih ada, daftar guru2 nya dari zaman dulu juga lengkap, termasuk di era P NH, bisa dicocokkan. Berarti bukan tempat pengajian yg sembunyi2 dan materi yg ditutup tutupi).
- Kitab yg dikaji apa ?
+ NA: " Kalau ngaji Quran, yg dibawa ya langsung Kitab Tafsir. Pertama beliau ngaji Tafsir Jalalain, setelah itu Tafsir Ibnu Katsir.
Kalau ngaji hadits ya yg dibawa kitab Syarah, kalau Bukhori syarah yg dipakai Fathul Barri. Kalau Muslim syarahnya Nawawi. Dst....".
(Dari situ saya mulai mikir, kalau kitab2 itu sebagai Kitab Pedoman, jadi yg bener "manqul" nya disesuaikan "kitab pedoman", ataukah "kitab pedoman" harus disesuaikan "manqul" ?
Terus apakah org yg memanquli kita itu jauh lebih pintar daripada Ulama penyusun syarah yg kitabnya dipakai sedunia ?
Mulailah saya ingin melihat langsung isi dari Kitab2 itu. Tanpa menghawatirkan terhadap isinya. Sebab nalarnya, kalau kitab itu sesat, mengapa gurunya P NH mengajari P NH dgn kitab itu?
Memang perbedaan fikih selalu ada dan dianggap wajar. Namun, Syarah yg sudah dlm bentuk catatan, dan ditulis oleh Ulama yg hafal ratusan ribu hadits dan disiplin ilmu lainnya, dan telah dikoreksi jutaan Ulama hebat di dunia saat menyampaikan kitab ini turun temurun selama kurun waktu seribu tahun, tentu masih lebih baik kwalitasnya dibandingkan penyampaian secara spontan dari muballigh yg penguasaan ilmunya masih jauh, dilihat dari berbagai aspek disiplin ilmu.
Tapi pertinyiinnyi, mengapa kitab2 ini dulu dicap Kitab Karangan ya ?
Makin penasaran dengan "Definisi serta Batasan MANQUL", akhirnya saya melihat di "Kitabnya P NH", yaitu IBNU KATSIR, bagaimana penjelasan "Man qoola fii kitaabillahi azza wajalla biro'yihi, fa ashooba faqod akhtho' ". Karena Ibnu Katsir termasuk Ulama yg paling banyak Terlibat dalam proses penafsiran Quran, tentu tdk main2 dgn Hadits ini.
Ketahuan lah, ternyata batasan2 manqul yg sebenarnya tidak LEBAY-LEBAY AMAT.
Penyampaian Quran Hadits sejak tahun 1941, tapi penggunaan Kitab Tafsir dan Syarah baru di tahun 2000 an (bahkan masih malu2), keterlambatan ini tentu membuat banyak keterangan2 lama yg terpaksa dianulir, dikoreksi, dan sering "memakan korban", terutama Muballigh yg tdk sekedar "cari aman", tapi memang tidak mau bohong dlm bicara agama.
- Sekitar tahun 2007/2008 P Mauludin keluar. Kebetulan ada teman yg nelpon dan diloudspeaker, saya dengar langsung ucapan P Mauludin: "Yg saya berat menerima hanya paham takfiri saja, kalau kesalahan lain bisa saya tolerir".
- Sktr thn 2008, teman yg ikut mondok person di Saudi cerita "nanti bakal banyak yg perlu direvisi".
- Sktr thn 2009, Muballigh2 se Jabodetabek, dikumpulkan di Pondokgede, masing2 daerah mengirim sekitar 10 orang. Diberi pelatihan dari MUI, diisi para Profesor yg kemampuannya cukup membuat terperangah muballigh2 yg obyektif. P Herman Lubis (penerobos) bahkan sempat menangis terharu. Penyampaian sktr 3 hari, dari sekitar 10 profesor, intinya hampir sama, mengerucut pada satu point : "kami mengakui bahwa berjamaah/ berimam itu memang penting, dan terbukti bermanfaat. Tapi kalau sampai mengkafirkan golongan lain, itu urusannya lain lagi". Tentunya penyampaian mereka ditunjang hujjah2 yg banyak. Tdk hanya soal takfiri, mereka juga mengkritisi "pemahaman manqul", karena jika memahami "manqul" tdk presisi/ tdk proporsional, maka juga berpotensi mjd sumber perpecahan, menolak yg benar dan meyakini yg salah.
Beberapa bln kemudian, rombongan MUI ini juga memberi penyuluhan utk pakubumi.
Tp konon masih muncul komentar : Ulama2 pun masih banyak yg tdk bisa diajak ngomong secara dalil (hujjah yg kuat tdk mjd ukuran utk dipercayai).
- Tahun 2010 saya Hajji, tp tdk sempat ketemu P Kholil & P Aziz karena dideportasi, karena dilaporkan ke Saudi bhw mereka punya paham takfiri. Tp alhamdulillah masih ada yg tersisa utk tinggal di Saudi, karena tdk terlalu dikenal oleh si pelapor.
- Sktar tahun 2012, beberapa Syekh dari Saudi datang ke Kediri. Mengajar 200 an muballigh yg dipilih di Jamaah. Selain mengajarkan Aqidah, Ushul Fiqh dan Qowaid Fiqhiyyah, beliau2 juga mengkritisi Bab Takfir.
- Sekitar thn 2014, syekh kembali datang. Namun kali ini penyampaiannya di Pondok Gede dan Pesertanya lebih banyak dan lebih terbuka. Beliau blak2 an mengkritisi bahwa "Bagaimanapun hebatnya, Syekh Nurhasan itu tetap bukan Nabi, jadi bukan orang yg Ma'shum, yg setiap kata2nya pasti benar".
Saya pikir, Syekh2 itu datang karena kita undang, ternyata mereka diperintahkan oleh pemerintah Saudi. Wajar jika mereka menolak "pesangon" dari jokam, dan wajar jika akhirnya mereka bisa "totaly" dlm mengkritik.
- Sampai sekitar tahun 2015 masih banyak yg meragukan posisi Ulama' saudi, apakah sejalur dgn sanad P NH ataukah masih golongan "Hum" , sehingga dalam CAI 2015 dimunculkan sejarah Ulama2 Saudi berikut Kitab2 yg diajarkan dan berhasil kita dapatkan sanadnya.
Muncul juga penjelasan bahwa dulu King Abdul Aziz bisa merebut Saudi atas bantuan Syekh Muhammad bin Abdul Wahab dan pengikutnya, sehingga mereka sepakat utk berbagi kekuasaan, bahwa pemerintahan diserahkan kpd Abdul Aziz dan keluarga besarnya, sedangkan keilmuan diserahkan kpd Muhammad bin Abdul Wahab dan keluarga besarnya tanpa boleh diintervensi oleh kerajaan. Maka wajar bila Mufti sekarang banyak yg bergelar "AalusSyaikh" (Keluarga besar Syekh Muhammad bin Abdul Wahab).
- Tahun 2016 Ulama' 2 kita sudah bisa ditampilkan mengisi asrama, bahkan dgn materi yg bernuansa "syarah sang kitab karangan". Padahal beberapa tahun sebelumnya, daerah2 "dilarang keras" mengundang mereka mengisi pengajian. Maka wajar jika dlm asrama kemaren, P Kholil menangis terharu mensyukuri atas kesempatan yg diberikan, dan mengingatkan bahwa menimba ilmu di Mekah itu merupakan program yg sudah dicanangkan P Dzohir. Menimba ilmu itu tujuannya utk disampaikan, bukan dikoleksi.
- Tahun 2017....... ??????


Tidak ada komentar:

Posting Komentar