Bismilahirahmanirahiim.
Kepada
yang terhormat bapak Sulton Aulia dan para saksi Ke-imam-an Pusat.
Yang
bertandatangan dibawah ini, saya Jama’ah
Nama
: Suraya binti Muhammad Salim
Kelompok
: Sidney 1
Desa
: Australia
Dengan
beribu-ribu maaf saya mengajukan cerai resmi untuk suami
Nama
; Emir Rudzikyani bin Toha Abdul Rozak
Kelompok: Sidney 1
Desa
; Australia
Dengan
beberapa alasan yaitu :
1.
Tidak
memberikan nafkah lahiriyah saya dan anak-anak selama 18 tahun
2.
Wayuh tanpa
Izin Saya
3.
Tidak
Silaturahim ke orangtua saya selama 10 tahun
4.
Sudah tidak
bisa jujur dengan saya sama sekali
Selama ini saya
pertahankan diri walaupun banyak tingkahnya yang sangat menyakitkan, tetapi
tetap saya bertahankan.
Waktu itu janji tidak
akan wayuh kalau saya tidak izinkan, tapi ternyata diam-diam dia wayuh tanpa
Izin dan pengetahuan saya, dan proses pernikahannya itu saya tahu tidak sesuai
dengan hukum Allah dan Rasul.
Dan saya sebagai istri,
tak tahan dengan perilakunya.
Mohon maaf atas segara kekurangan
dan kelemahan saya, selama jadi orang iman dan istri bapak Emir.
Pernyataan ini saya buat
tanpa rekayasa, tanpa tekanan , tanpa paksaan dan dalam kondisi sehat, waras
jasmani maupun rohani.
Demikian pernyataan saya
ini saya ajukan disebabkan saya sudah tidak sanggup lagi dan mendampingi bapak
Emir.
Semoga Bapak Imam segera
menyelasaikan masalah saya ini.
Hormat saya
Soraya binti Muhammad
Salim
Menikah 5 Juli 1996
Nama asli Suraya Muhamed
Salim
Saya dan Mas Emir sudah 22 Tahun Menikah dan selama 18 tahun beliau tidak
memberikan nafkah lahiriah kepada kami istri dan anak-anaknya, serta tidak
memberikan uang makan kepada kami sekeluarga.
Selama 18 tahun ini saya yang bertanggung jawab penuh atas kebutuhan rumah
tangga dan kebutuhan untuk anak-anak kami.
Bukankah suami tidak menafkahi istri itu adalah dosa besar?
Selama 18 tahun didalam pernikahan ini, saya sebagai istri beliau berusaha
menasehatin agar supaya berusaha
memberikan nafkah lahir , karena kewajiban suami (walaupun istri mampu) tetap
harus menafkahi. Adapun jumlah nominalnya itu tergantung pada kemampuan suami,
berapapun nilai nominal yang dikasihkan tidak masalah bagi saya. Yang saya
butuhkan hanya tanggung jawab beliau sebagai suami menafkahi kami
anak-istrinya. Kalaupun selama ini beliau memberi saya uang itu hanya untuk
membayar tagihan listrik, air dan gas, dan tidak ada sisa untuk menutupi
kebutuhan kami istri dan anak-anaknya.
Jika kami pergi untuk silaturahim ke orangtua di Singapura, beliau tidak pernah
memberikan tiket bahkan tidak pernah memberikan uang saku kepada saya dan
anak-anak.
Inti dari poin ini adalah : selama 18 tahun saya berumah tangga dengan
beliau (mas Emir) saya sebagai istri merasa tidak pernah dinafkahi dan beliau
juga tidak memberi nafkah kepada anak saya. Dalam hal ini saya merasa beliau
membohongi saya. Beliau bilang kalau tidak mempunyai uang untuk kami anak istrinya. Padahal beliau bisa
memuliakan dan menjamu orang-orang di luar keluarga saya, termasuk mempunyai
uang untuk menikah lagi (wayuh). Ketika itu , setelah saya melahirkan anak
ke-3, beliau bilang kepada saya untuk membantu memikirkan dan mengupayakan agar
saya dan anak-anak saya bisa hidup layak, tetapi kenapa kenyataanya malah
beliau wayuh ( Wayuh bitonah dengan gadis, dan tanpa sepengetahuan orang tua si
perempuan/wali si perempuan) dan bukankah menikah itu harus menafkahi istri mudanya sedangkan saya
selama 18 tahun tidak mendapatkan hal itu ,apakah ini adil buat saya dan
anak-anak saya
2. dalam hubungan rumah tangga kami, kami sepakat bahwa apapun alasannya
kalau saya tidak mau diwayuh. Kalau beliau menginginkan wayuh harus izin dan
rundingan dengan saya. Jika keputusan yang diambil tetap akan wayuh, maka
konsekuensinya beliau memilih saya atau
dia. Kalau beliau memilih saya, saya memberikan syarat untuk menceraikan istri
barunya (Yaitu Talak 3) , kalau memilih istri mudanya maka ceraikan saya.
Karena saya merasa dengan beliau mempunyai 2 istri beliau sering berbohong, dan
kasih sayangnya berkurang . Sebelum beliau menikah lagi, beliau meperlakukan
saya sangat kasar.
3. Semenjak orang tua saya keluar dari Jama’ah, suami saya tidak
bersilatutrahmi ke keluarga saya. Seharusnya beliau budi luhur, karena suami
saya adalah seorang mubaligh yang ilmunya banyak. Tidak malah menjauh bahkan
tidak bersilaturahim. Kalau itu orang lain “monggo” silah persilahkan untuk
tidak bersilaturahim, tetapi ini adalah keluarganya (orang tua saya). Berarti
ini adalah memutuskan silaturahim dan Bukannya kita diajarkan untuk tidak
memutus silaturahim sesama saudara? Setiap
kali beliau ke Singapore saya selalu menitipkan barang ke Ibu saya agar
beliau mau mampir ke rumah ibu saya dan di sana beliau Cuma sebentar . Jadi
beliau tidak pernah mempunyai inisiatif untuk bersilaturahim dengan ibu saya,
padahal seharusnya beliau tetap menghargai
dan menjenguk Ibu saya. Beliau tidak pernah telepon sekedar menanyakan
kabar ibu saya, di situ saya merasa kecewa.
4.d ulu sebelum ada pernikahan ke-2, beliau tidak pernah bohong pada saya,
semenjak beliau menikah yang ke-2, saya tidak mendapatkan akses masuk ke apapun
privacy beliau, dan beliau seperti orang ketakutan , baru pegang handphonenya
saja sudah marah. Semua notification di HP dimatikan supaya saya tidak bisa mengaksesnya.
Ketika ada panggilan masuk di HP beliau seperti orang ketakutan.
Mas Emir juga selain membohongi saya, juga sudah membohongi jama’ah...karena
dia larang orang-orang baca buku diluar sana, tapi dia sendiri baca buku-buku
tersebut dan saya menyaksikan sendiri. Dan saya sebagai istri tidak bisa
terus-menerus melihat seperti itu ...
melihat suami sudah sering menyimpang di dalam hukumnya kepada Jama’ah ... maka
saya sudah tidak bisa lagi toat kepada beliau sebagai suami saya.
Saya merasa capek menjadi istrinya karena dari dulu sering diancam terus :
mau ceraikan saya. Alasannya saya tidak bisa toat pada beliau , suka habisin
uang beli yang ngga perlu padahal uang itu uang saya sendiri dan saya beli
barangpun untuk keperluan di rumah .. saya ngga bisa nabung padahal kalau
silaturahim ke keluarga saya saja, saya beli tiket pesawat sendiri, dia aja
ngga saya kasih tau kalau saya punya tabungan sendiri.
selesai
Ulama LDII
yang sang doktrinis yaitu Emir. R. sang idola Jama'ah sudah di gugat cerai oleh
istrinya, tidak menafkahi istri dan anaknya, memutus silaturrahim dengan
keluarga istri selama bertahun-tahun. Wayuh dagelan karena wali utamanya si
cewek tdk tahu, menikahi cewek hanya dengan bermodalkan surat penyerahan wali
abal2 yang tidak jelas siapa yang menandatangani karena wali utamanya tidak
pernah memberikan penyerahan wali kepada siapapun. Tapi, karena Emir sangat
loyal pada Sulthon Auliya kasusnya ditutup rapat-rapat. Praktek pernikahan
seperti ini sudah lazim di dalam jama'ah. Yang penting ada ND (nikah dalam)
meskipun syarat pernikahan tdk terpenuhi. NL (nikah luar) hanya untuk
formalitas, wujud Budi luhur. Pak Edi Suparto (salah satu wakil 4/wakil Imam yg
di bai'at yang yg diyakini Jama'ah imam yang menentukan halal hidupnya
seseorang) beliau Pak Edi Suparto sudah berkali-kali melakukan nikah BITHONAH
(nikah yg hanya diketahui pengurus2 tertentu Jama'ah) ada sebagian yang di
ceraikan. istri pertama beliau Pak Edi tdk mengetahui, bahkan ada salah satu
wayuhan BITHONAH nya Pak Edi S yang meninggal dunia dan kabarnya sudah menyebar
di kalangan Jama'ah. Jama'ah menyangka yang meninggal istri pertamanya. Istri
pertamanya sangat murka karena jama'ah takziyah dirumahnya dan baru tahu kalau
Pak Edi S punya istri lain tanpa dikenalkan ke keluarga
**
Kalau mengkafirkan orang2 diluar jokam, itu mah cerita lama.
Mengkafirkan sesama jokam, ini baru berita.
Baru baru ini
seorang pengurus jokam top, wayuh bitonah (rahasia). Bapak kandung (walinya)
perempuan sejak awal tidak setuju anaknya dinikahi. Alasannya, si pengurus ini
kere dan anak2nya banyak. Menghidupi keluarganya saja numpang SB, kok mau
wayuh. Masuk akal?
Tetapi pengurus
ini tidak hilang akal. Diam diam diperintahnya tim perkawinan siapkan kertas
kosong bermaterai, adik laki laki mempelai perempuan disuruh tanda tangan
diatas meterai. Kertas itu nanti ditulis jadi surat penyerahan wali. Tapi itu
kan prosedur untuk orang2 hum (non jokam). Sedangkan bapak kandung perempuan
masih jokam.
Entah ide darimana, pengurus yg sudah kebelet wayuh ini perintah
mempelai perempuan hijrah ke Gading, jadi “muhajir”, kerjasama dengan “amirnya
muhajir”. Jika keluarga calon penganten perempuan menolak pindah, akan dihukumi
“KAFIR" walaupun masih sah anggota jokam. Akhirnya sesuai skenario
keluarga perempuan tidak “hijrah”, dan keinganan pengurus itu wayuh bisa
terlaksana.
Sekian!
Ini kasusnya Om
Emir yg wayuh dgn jamaah bandung. Tapi dia dan pengurus di bandung tempat
perempuan ini berasal, mengganti walinya perempuan ini dari bapak ke adiknya
perempuan ini.
(foto cak Emir dengan Istri pertamanya mba Suroya, 18 tahun tidak pernah dinafkahi)
klik ini juga:
(foto cak Emir dengan Istri pertamanya mba Suroya, 18 tahun tidak pernah dinafkahi)
klik ini juga:
TERJEMAHAN LATIN SURAT TOBAT SKANDAL EMIR RUDZIKYANI