Senin, 31 Desember 2018

Mengapa Saya Tinggalkan Jokam 354 LDII dari : Abu Abdurahman Adam Bogor

Tujuh Alasan Saya Keluar dari Islam Jamaah

Mengkaji Al Quran, dengan makna tiap kalimah, lalu diterangkan tafsirnya. Diramut dengan teratur, mengaji setidaknya dua kali dalam sepekan sebagai standar minimal, bahkan jika beruntung dipondokkan sehingga bisa mengaji al Quran dan Al Hadits secara intensif. Sangat menyenangkan bagi seorang muslim yang bersemangat menghambakan diri kepada Allah سبحانه و تعالى. Demikian kami jalani selama belasan tahun, ikhwah lain sampai duapuluh bahkan tiga puluh tahun, sampai akhirnya terbit secercah cahaya terang benderang, di tengah cahaya remang-remang yang selama ini meliputi kami.

Darimana cahaya itu muncul? Ternyata tidak jauh bahkan sangat dekat, satu karunia Allah bagi setiap muslim dari umat ini: Al Quran. Benarlah jika Rasulullah صلى الله عليه و سلم banyak memotivasi umat untuk senantiasa berdekatan dengan Al Quran.

فإن هذا القران سَبَبٌ طَرَفُهُ بيَدِ الله و طرفه بايديكم فتمسكوا به فإنكم لن تضلوا ولن تهلكوا بعده ابدا ...

"Sesungguhnya Al Quran ini (seperti) tali, satu ujungnya di Tangan Allah ta'ala dan ujung yang lain di tangan-tangan kalian, maka berpegang teguhlah dengannya, karena kalian tidak akan tersesat dan tidak akan rusak sesudah (berpegang teguh pada) nya selamanya..."

Allah ta'ala telah memudahkan sebab-sebab hidayah bagi manusia, yakni telinga, mata, hati, akal dan fithrah yang lurus, yang jika seseorang bermujahadah (sungguh-sungguh) menggunakan semua itu untuk memahami Al Quran, niscaya ia akan sampai kepada cahaya terang benderang itu. Firman Allah عز وجل:

والذين جاهدوا فينا لنهدينهم سبلنا ... (سورة العنكبوت الاية ٦٩).

Selama aktif dalam Islam Jama'ah, ada bebera point yang membuat kami tertegun, sering bertanya-tanya dalam hati, mengapa begini dan begitu? Terkadang ada teguran halus dari lubuk hati kecil, dengan beberapa praktik yang dikerjakan oleh Islam Jama'ah. Jika diuraikan, detail hal ini akan sangat panjang, namun secara singkat akan kami uraikan point-point yang bagi saya - mungkin mirip dengan ikhwah lain, khususnya yang betul-betul menjalani kehidupan sebagai pengurus/ terdapuk dalam IJ - sebagai  pintu gerbang tempat keluar dari kekeliruan, menuju jalan yang lebih luas, lebih lurus dan benar.

Pernahkah Anda (khususnya yang masih berpemahaman Islam Jama'ah) merasakan sesuatu, ketika posisi sedang berada di dekat masjid umum (masjid " luar/njobo", istilah IJ) saat terdengar adzan, lalu kaum muslimin shalat berjamaah di dalamnya, sedangkan Anda berlalu atau menghindar begitu saja dari shalat berjamaah? (Tanyakan rasa itu di dalam hati kecilmu).

Pernahkah Anda, jika ada seorang Ustadz atau Dai berceramah, dia bahas tentang keagungan Allah سبحانه و تعالى dan begitu besar hakNya yang sudah semestinya kita tunaikan, lalu Anda teringat ajaran Islam Jama'ah bahwa semua itu sia-sia belaka karena sebaik apapun ucapan dan perbuatan mereka, sesungguhnya mereka hanyalah orang-orang kafir yang kelak di akhirat akan masuk neraka dan kekal di dalamnya?

Pernahkah anda mencoba memikirkan ulang ajaran jokam, dan mencari dalil di dalam Al Quran maupun Al Hadits, bagaimana kaifiyat Allah تبارك و تعالى di dalam menghukumi amal perbuatan yang dilakukan hamba-hambanya? Bahkan jika Anda rajin membaca Al Quran, mengkhatamkannya dalam sebulan minimal sekali, maka Anda akan menemukan ayat ini:

إن الله لا يظلم مثقال ذرة وإن تك حسنة يضاعفها و يؤت من لدنه اجرا عظيما

"Sesungguhnya Allah tidak menzhalimi seseorang meskipun seberat dzarrah, dan jika amal itu baik niscaya akan Dia lipatgandakan, dan akan Dia berikan dari sisiNya pahala yang besar".. (Surah AnNisa ayat 40).

Bayangkan, seberat dzarrah..!!

Artinya, soal pahala dan siksa, sorga dan neraka, Allah akan tetapkan dengan adil, terperinci, dan berdasar pada landasan yang kuat, jelas, zhahir, dan mudah difahami sesuai kelaziman dari sifatNya yang maha menunjukkan.

Mulailah tahun-tahun pencarian saya tentang hakekat iman, dan dari sinilah kita mulai tujuh alasan saya meninggalkan ajaran Islam Jama'ah. Para mantan jokam yang lain memiliki kemiripan, dengan tambahan dan detail sesuai pengalaman masing-masing.

1. Islam Jama'ah telah keliru menjadikan baiat kepada amirnya sebagai syarat sah iman. Dengan kata lain, mereka menjadikan baiat ini sebagai rukun iman, padahal para ulama sepanjang zaman tidak ada yang memasukkannya sebagai salah satu rukun iman ataupun rukun Islam.

2. Islam Jama'ah telah mengklaim secara sepihak bahwa amir yang mereka baiat adalah imam kaum muslimin. Padahal para ulama telah mempersyaratkan keabsahan seseorang disebut "imam", atau " amir", atau "waliyyul amr", diantaranya bahwa orang tersebut diketahui (tidak sembunyi-sembunyi) oleh seluruh muslimin di wilayahnya, mereka membaiatnya secara hakiki yakni menyerahkan kekuasaan atas wilayah sehingga amir merupakan " sulthan" (penguasa) untuk wilayah (negara) tersebut.

3. 'Amir' dan pembuat kebijakan  dalam Islam Jamaah telah melestarikan cara belajar "mangkul", yang hakekatnya merupakan belenggu atas setiap anggotanya agar tidak bisa belajar kepada ulama di luar golongannya. Ini adalah sebuah kekeliruan, yang bila disengaja -Allahu a'lam apa yang mereka niatkan- merupakan kezhaliman. Kita semua melihat potensi yang besar, para pemuda belia yang jangkauan harapan hidupnya masih panjang, karena doktrin ini mereka hanya mendapatkan sedikit (bahkan setelah kami belajar di luar, kepada para asatidzah Ahlussunnah, sesungguhnya ilmu yang diajarkan dalam Islam Jama'ah sangat sedikit, sehingga orang yang alim asli dari mereka tidak dapat menjelaskan bab pokok-pokok iman (ushulul iman), apa kriteria seorang disebut muslim dan bagaimama kriteria tidak disebut muslim (kafir). Padahal dari dasar fondasi inilah akan dibangun kebaikan dalam bab-bab cabangnya: tentang pernikahan, waris, zakat dan sedekah, ukhuwah dalam keluarga dan ukhuwah Islamiyyah pada umumnya dengan seluruh muslim di dunia, dalam persaudaraan tulus, bukan " bithonah -budi luhur" versi Islam Jama'ah seperti point berikutnya.

4. Islam Jama'ah menghalalkan berbohong mirip "taqiyyah" nya syi'ah. Ini dilakukan, padahal mereka mengetahui bahwa berdusta memudahkan pelakunya menuju neraka, sebagaimana hadits yg mereka ajarkan dalam kitabul adab:

...وَايــَّاكم وَالكَذِبَ فإنَّ الكذبَ يَهْدِيْ الى الفُجورِ وإن الفجور يهدي اِلىَ النار ...

"Jauhilah dusta, maka sesungguhnya dusta itu menuntun kepada kedurhakaan, dan kedurhakaan akan menuntun kepada neraka ..."

Dasar "pelestarian" ajaran Islam Jamaah adalah bithonah ( istilah untuk memperhalus dusta). Anda tidak ingin muslim luar mengetahui bahwa anda mengkafirkan mereka, sehingga Anda harus berdusta supaya inti ajaran IJ tidak terbongkar. Padahal, manhaj (metode) asli agama Islam dibangun di atas kejujuran dan keterbukaan. Ilmu dan fiqih harus disebarkan secara terbuka ke seluruh umat bahkan seluruh manusia, biarlah ia teruji dengan berbagai kritik dan masukan. Sepanjang sejarah umat ini, Ahlussunnah sebagai inti dari umat Islam, terbukti sebagai thaifah zhahirah (sebutan lain dari lafadz  manshurin/thaifah manshurah dalam hadits), karena mereka selalu menampakkan dan memenangkan ajaran Islam yang orisinil di atas seluruh agama dan pemahaman yang menyimpang.

Mari kita fikirkan ulang konsep "bithonah" ala IJ, sesungguhnya ini adalah cerminan pondasi Ilmiyah yang lemah. Seandainya sebuah ajaran benar, niscaya ia kokoh menjulang menahan terpaan badai. Para pengikutnya pun tidak akan takut-takut mendakwahkannya, berani karena benar demikian kata pepatah kita.

5. Islam Jama'ah tidak mengajarkan Tauhid dan Assunnah sebagaimana mestinya.

Inti dakwah para Rasul adalah agar manusia mentauhidkan Allah. Ajakan mereka kepada Allah, ilallah, bukan kepada kepentingan sekelompok orang semata. Dari sana, jika di suatu tempat ada da'i mendakwahkan tauhid, kemudian di belahan bumi lain ada da'i lain juga mengajarkan Tauhid, maka jika suatu saat mereka bertemu niscaya bagaikan saudara yang lama telah saling mengenal. Kalimat tauhid inilah penyebab tauhiidul kalimah,  persatuan hati dan pendapat, ini pula yang menjadi dasar "al Jama'ah" ( point ke-6). Selama menjadi anggota IJ, siapapun akan merasakan dasar persatuan mereka, bagaimana mereka membuat pemisahan antara "orang kita" dengan "orang luar". Inilah yang disebut oleh agama kita sebagai ashobiyyah, atau hizbiyyah, sebuah persatuan yang tidak dikembalikan kepada inti ajaran Islam yakni Tauhid dan Assunnah.

6. Islam Jama'ah tidak memahami,  lalu tidak mengamalkan luzuumul Jama'ah, justru mereka telah syadz (menyempal) dari Al Jama'ah.

Mereka salah menafsirkan surah Ali Imran ayat 103, juga hadits yang berbunyi:

يد الله على الجماعة و من شذ شذ الى النار

"Tangan Allah di atas Al Jama'ah, dan barangsiapa menyempal maka ia menyempal menuju neraka".

Jika Anda warga IJ, pasti tahu maksud ayat dan hadits tersebut dalam versi IJ. Akan tetapi berabad jauh-jauh sebelumnya para ulama Ahlussunnah sudah mengkajinya secara mendalam. Al Jama'ah yang dimaksud adalah persatuan di atas kebenaran ( al ijtima' 'alal haq), yakni siapa saja muslim yang berpegang pada Al Quran dan Assunnah dengan pemahaman Rasulullah صلى الله عليه و سلم dan para sahabat beliau (karena merekalah asal dari Al Jama'ah ini), kemudian diteruskan oleh ulama mujtahid/ ulama kibar sepanjang zaman. Inilah yang dimaksud dari " al Jama'ah " itu, yang Allah ta'ala perintahkan untuk menetapinya, lalu Allah larang kebalikannya yaitu bercerai berai dari agamaNya. Allah menghendaki persatuan para Ahli iman, sementara IJ tidak mau membaur dengan para ahli iman, dengan tidak shalat berjamaah bersama mereka dan puas dengan ilmu yang sangat minim.

7. Islam Jama'ah merubah syariat Allah dan membuat para pengikutnya tertipu (maghrur).

'Amir' dan para pembesar IJ telah memprokamirkan bahwa hanya ajaran merekalah yang benar, satu-satunya jalan menuju Sorga ( sesuai isi teks bulanan). Padahal sebagimana point-point di atas, sesungguhnya ajaran mereka telah rusak dari fondasinya. Bahkan dalam detail ajaran Islam Jama'ah, banyak permasalahan  "ditarjih" lewat  mekanisme musyawarah dan "ijtihad" imam, seringkali hasilnya bertentangan dengan nash-nash Al Quran maupun Al Hadits. Yang demikian kiranya disebabkan mereka tidak memahami bahwa Syariat Islam hanyalah milik Allah, hanya Dialah yang berhak menetapkannya, sedangkan para ulama mujtahid hanya berusaha menjelaskan kehendak Allah عز و جل tersebut tanpa sedikitpun memiliki hak untuk merubah, menambah, ataupun menguranginya.

Sayangnya para pengikut IJ tidak memahami ini, yang menyebabkan mereka tertipu dengan diri sendiri, sudah merasa mendapat jaminan sorga, lalu tidak berusaha memahami dan mengamalkan ajaran Islam yang benar.

Demikian tujuh alasan kami meninggalkan Islam Jama'ah , sebagai ringkasan pemahaman kami. Beberapa dalil - insyaAllah shahih-tidak kami cantumkan takhrijnya dengan maksud jika Anda adalah jokam (warga Islam Jama'ah) maka inilah zaman ketika khazanah ilmu syar'i terbuka luas, Anda dapat menanyakannya langsung kepada asatidzah Ahlussunnah yang mumpuni dalam ilmu hadits maupun ilmu syar'i pada umumnya. Inilah waktu kita mencari dan menggali kebenaran, tidak berdiam diri di dalam tempurung kekeliruan.

اللهم صل و سلم على نبينا محمد و على اله و صحبه اجمعين، و اخر دعوىنا ان الحمد لله رب العالمين.

Rabu, 26 September 2018

Pemalsuan dan Penyimpangan Keterangan "Al-Jama'ah" dari Imam Asy Syatibi , yang diplesetkan oleh ulama Jama'ah Jokam 354

Pemalsuan dan Penyimpangan Keterangan "Al-Jama'ah" dari Imam Asy Syatibi , yang diplesetkan oleh ulama Jama'ah Jokam 354.



ada 5 (lima)  Definisi Al-Jama'ah yang ditulis oleh Imam Syatibi. (Imam Satibi adalah Abu Ishak Al Satibi, Ulama Andalusia Spanyol tahun 1320 M -1388 M)

Imam Syatibi menulisnya definisi al-jama'ah dalam kitabnya yang berjudul Al-Ithisham halaman 782.

dari 5 definisi " Al-Jama'ah", jokam sangat tergila-gila dengan definisi yang ke-5. Seolah 4 Definisinya salah.

Definisi yang ke-5 ini begitu dipuja jokam, karena definisi ini seakan-akan membenarkan Doktrin Al-Jama'ah dari pak Nurhasan.

baiklah. mari kita bedah apa itu definisi yang ke-5.

dalam definisi yang ke-5, imam Al Satibi mendefinisikan makna Al Jama'ah dengan menukil dari pendapat Imam Thabari.

begini definisinya:

 أن الجماعة راجعة إلى الاجتماع على الإمام الموافق للكتاب والسنة وذلك ظاهر في أن الاجتماع على غير سنة خارج عن معنى الجماعة المذكور في الأحاديث المذكورة

yang artinya ( versi terjemahan pegon jokam) :
jadi..yang dimaksud Al Jama'ah adalah kembali pada berkumpul terhadap seorang Imam yang sesuai dengan Al Qur'an dn Assunah, hal tersebut jelas menggambarkan bahwa berkumpul pada selain Sunnah maka hukumnya keluar dari Al Jama'ah yang disebutkan dalam hadits-hadits, seperti kaum khawarij dan selainnnya.

----
 Untuk mengetahui konteks penjelasan Imam Satibi tentang Al-Jama'ah dan siapakah "Imam" yang dimaksud, kita harus membaca kitabnya yaitu kitab Al-Ithisham ( sudah di Pdf kan dalam bahasa Indonesia yaitu halaman 782-silahkan cari dan download).

untuk versi onlinenya klik: http://library.islamweb.net/newlibrary/display_book.php?flag=1&bk_no=109&ID=129

dalam definisi yang ke-5 mengenai al-Jama'ah ini, Imam Satibi memaksudkan Imam adalah Khalifah/Penguasa.

begini Imam Satibi menulis:
ال : فالجماعة التي أمر رسول الله صلى الله عليه وسلم بلزومها وسمى المنفرد عنها مفارقا لها نظير الجماعة التي أوجب عمر الخلافة لمن اجتمعت عليه ، وأمر صهيبا بضرب رأس المنفرد عنهم بالسيف . فهم في معنى كثرة العدد المجتمع على بيعته وقلة العدد المنفرد عنهم

yang artinya : Jama'ah yang diperintahkan oleh Rasulullah adalah Jama'ah yang apabila didalamnya ada orang yang memisahkan diri dari kekuasaannya maka orang itu disebut pemberontak, hal ini didukung oleh Al-Jama'ah yang dimaksudkan Umar yaitu KEKHALIFAHAN, yaitu jika mereka sudah menyepakati KEKHALIFAHAN.....dst
----

Lihat.....Imam Satibi Eksplisit menggunakan kata-kata " الخلافة" ( Kekhalifahan) yang bersinonimi dengan PENGUASA, RAJA, PEMIMPIN di sebuah wilayah kekuasaan ( daulah).

jadi, sangat keliru jokam merasa benar dengan menukil definisi dari Imam Syatibi ini, karena Imam-Imam Jokam dari mulai Pak Nurhasan s/d Sulton Aulia, mereka bukanlah Khalifah, Bukan Juga penguasa. Imam-Imam Jama'ah 354 hanyalah Imam-Imam "wanna be" yang hanya berambisi pada kekuasaan, pengendalian-orang, dan memerah harta dan uang-uang pengikutnya.

Aku bersikap jujur dan obyektif. Pendapat bahwa "Imam "yang dimaksud oleh Imam Syatibi adalah penguasa bukanlah pendapatku. Tapi pendapat Imam Syatibi itu sendiri. Eksplisit.

silahkan lihat lagi teks aslinya di sini : http://library.islamweb.net/newlibrary/display_book.php?flag=1&bk_no=109&ID=129

---

dan lalu, makna " Al-Jama'ah" dalam konteks Definisi ke 5 ini juga BUKAN  mengacu pada jama'ah-jama'ah atau kelompok-kelompok di sebuah negeri. Melainkan Jama'ah Muslimin ( Umat Islam Mayoritas di sebuah negeri) , bukan Jama'ah Minal Muslimin.

begini Imam Satibi menulis:
فهي الجماعة التي وصفها أبو مسعود [ ص: 775 ] الأنصاري ، وهم معظم الناس وكافتهم من أهل العلم والدين وغيرهم ، وهم السواد الأعظم

artinya : Inilah Jama'ah yang digambarkan oleh Abu Mas'ud Al Anshari, Mereka ( Amir dan Rakyatnya) adalah umat Islam Mayoritas ( Sawadzul Adzham), semuanya adalah ahli ilmu, ahli agama dan yang lainnya. mereka adalah Umat Islam yang Mayoritas.

Nah...jadi Al-Jama'ah ini bukan ekslusif untuk Al Jama'ah Jokam 354 ya..
 tetapi AlJama'ah di sini semua orang Islam di sebuah negeri dibawah kepemimpinan Penguasa Muslim yang beriltizam pada Al Quran dan Assunah.
----

Dan anehnya, ulama-ulama Jokam membenarkan doktrin mereka dengan menukil kitab-kitab yang mereka larang sendiri untuk membacanya. mereka bilang itu kitab karangan...mereka bilang itu tidak manqul.

ternyata, ulama-ulama jokam seperti menjilat ludahnya sendiri. mereka menukil dari kitab-kitab yang mereka nistakan dengan sebutan kitab-kitab karangan tai bonjrot. sungguh ironi.

dan yang lebih menyedihkan lagi, ketika ulama-ulama jokam menukil kitab-kitab, mereka menukilnya dengan curang dan khianat. Pengertiannya disimpangkan dan menyeleweng. Pengertiannya disensor-senor dan dipotong-potong, karena ulama-ulama jokam tahu, bahwa sebenarnya, pendapat para Imam Ulama dalam kitab-kitabnya itu sebenarnya bukanlah membenarkan doktrin jokam tapi  justru membantah doktrin jokam. Ulama-ulama jokam itu sudah seperti Ulama-ulama Yahudi yang digambarkan oleh Allah dimana mereka suka menukil kitab dengan cara curang dan tidak sportif.

Ulama jokam hanyalah mempermainkan dan memanfaatkan rokyah-rokyah jokam yang bodoh-bodoh yang pikirannya sudah dipasung seperti robot-robot yang taat buta.
--

lalu bagaimana apabila kalau Penguasa di Negeri ini tidak mengamalkan Sunnah dan menyelisihinya.

Rasulullah sudah memberikan solusinya yaitu

يَكُونُ بَعْدِي أَئِمَّةٌ لَا يَهْتَدُونَ بِهُدَايَ وَلَا يَسْتَنُّونَ بِسُنَّتِي (وَسَيَقُومُ فِيهِمْ رِجَالٌ قُلُوبُهُمْ قُلُوبُ الشَّيَاطِينِ فِي جُثْمَانِ إِنْسٍ) قَالَ قُلْتُ كَيْفَ أَصْنَعُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنْ أَدْرَكْتُ ذَلِكَ قَالَ تَسْمَعُ وَتُطِيعُ لِلْأَمِيرِ وَإِنْ ضُرِبَ ظَهْرُكَ وَأُخِذَ مَالُكَ فَاسْمَعْ وَأَطِعْ

“Akan ada penguasa-penguasa setelahku, mereka tidak mengikuti petunjukku, tidak melaksanakan sunnahku, (akan ada di atara mereka orang-orang yang hati mereka adalah hati setan berada di dalam jasad manusia)”. Hudzaifah bertanya, ‘Jika aku menemui hal itu, maka bagaimana yang akan aku lakukan wahai Rasûlullâh?’ Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dengarlah dan taatilah pemimpin, walaupun dia memukul punggungmu dan merampas hartamu, namun tetap dengarlah dan taatilah “. [HR. Muslim]

كَيْفَ أَنْتَ إِذَا كَانَتْ عَلَيْكَ أُمَرَاءُ يُؤَخِّرُونَ الصَّلاَةَ عَنْ وَقْتِهَا أَوْ يُمِيتُونَ الصَّلاَةَ عَنْ وَقْتِهَا. قَالَ قُلْتُ فَمَا تَأْمُرُنِى قَالَ : صَلِّ الصَّلاَةَ لِوَقْتِهَا فَإِنْ أَدْرَكْتَهَا مَعَهُمْ فَصَلِّ فَإِنَّهَا لَكَ نَافِلَةٌ

Bagaimana engkau (Wahai Abu Dzarr), jika engkau dipimpin oleh para amir (penguasa) yang mengakhirkan shalat dari waktunya (atau mematikan shalat dari waktunya)? Aku (Abu Dzarr) menjawab, “Apa yang engkau perintahkan kepadaku?” Beliau bersabda, “Shalatlah pada waktunya, jika engkau mendapati shalat bersama mereka, maka shalatlah, sesungguhnya itu (shalat) nafilah (sunnah/tambahan) bagimu”. [HR. Muslim]

---